1. Ruwat Bumi Guci
Sebagai bentuk ungkapan syukur atas kemakmuran yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan juga memohon keselamatan dari segala macam mara bahaya, masyarakat Guci dan sekitarnya (Desa Rembul dan Desa Pekandangan), di lokasi Obyek Wisata Guci, mengadakan upacara tradisional tahunan setiap bulan Muharram (Suro).Prosesi dimulai dengan arak-arakan Gunungan atau Sesajian beraneka macam hasil panen dan dilanjutkan dengan ritual memandikan Kambing Kendit (kambing khusus yang berwarna hitam dengan lingkar putih di perutnya). Kemudian dilanjutkan dengan menaburkan kembang setaman pada lokasi pemandian di sekitar Guci (Pancuran 13). Ritual ini menjadi simbol kasih sayang terhadap makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan kambingnya sendiri merupakan simbol dari kehidupan yang akan terus berputar. Usai prosesi memandikan kambing, dilaksanakan upacara dan pembacaan riwayat Guci dengan menggunakan Bahasa Tegalan. Beberapa sambutan dari pihak penyelenggara dan Pemerintah daerah pun disampaikan sebagai bentuk dukungan untuk melestarikan tradisi Ruwat Bumi Guci. Kemudian diakhiri dengan rebutan gunungan, do’a bersama, dan hiburan yang biasanya diisi dengan tarian khas Tegal.
Menurut Ki Enthus Susmono, dalang kondang tingkat nasional yang berasal dari Tegal, Tradisi Ruwat Bumi di Guci bukanlah tradisi syirik, melainkan tradisi untuk merawat bumi. Masyarakat Guci sendiri meyakini jika terjadi hujan deras saat prosesi adat acara Ruwat Bumi Guci berlangsung, merupakan bentuk keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa kepada masyarakat Kabupaten Tegal khususnya warga Guci.
2. Penjamasan Makam Sunan Amangkurat Agung
Tradisi upacara adat Pejamasan ini diselenggarakan setiap bulan Suro dengan ritual membersihkan benda pusaka dan tirai penutup makam Sunan Amangkurat Agung. Menurut sejarah, Sunan Amangkurat Agung merupakan seorang tokoh penting pendiri Kabupaten Tegal yang dikenal sebagai keturunan dari Raja Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma.Pengagem Sasono Wiloko Kraton Surakarta, Gusti Kajeng Ratu Wandansari, M.Pd meminta kepada keturunan Mataram dan masyarakat sekitar untuk melestarikan tradisi Jamasan di Makam Sultan Amangkurat 1 di Tegalwangi Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal.
3. Sedekah Bumi Cacaban
Kegiatan Sedekah Bumi Cacaban diselenggarakan oleh masyarakat setempat dengan segenap sumber daya yang dimiliki bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal sebagai fasilitator dan pendukung. Sedekah Bumi Waduk Cacaban merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam rangka melestarikan budaya daerah dan juga sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil bumi yang diperoleh.Kegiatan ini ditujukan untuk menarik pengunjung sekaligus dijadikan sebagai momen penting pembelajaran bagi peningkatan kesadaran masyarakat setempat dalam menyambut pengunjung serta menjaga kelestarian alam Obyek Wisata Cacaban.
4. Festival Jamu dan Kuliner
Kabupaten Tegal merupakan salah satu peserta tetap Festival Jamu dan Kuliner yang diadakan tiap tahun untuk bersaing dengan Kota / Kabupaten se-Jawa Tengah. Kabupaten Tegal senantiasa menampilkan stan terbaik dan menawarkan produk-produk jamu serta kuliner unggulan. Produk jamu Kabupaten Tegal didukung dengan berbagai jenis tanaman dan bahan yang contohnya dapat dilihat di lokasi Wisata Kesehatan Jamu (WKJ) Danawarih.Festival Jamu dan Kuliner sendiri selalu meriah dan menjadi salah satu acara unggulan yang menampilkan kearifan lokal berupa cita rasa dan ciri khas tiap daerahnya. Bagi pengunjung yang mengikuti kegiatan ini dapat merasakan jamu dan kuliner yang memiliki karakteristik kuat dari berbagai macam daerah di Jawa Tengah sekaligus menikmati berbagai macam hiburan yang semakin memeriahkan acara.
5. Ruwat Bumi Purwahamba Indah
Ruwat Bumi Purwahamba Indah merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal dengan bentuk upacara adat yang diisi berbagai jenis hiburan. Tradisi ini dilaksanakan pagi, siang, dan malam harinya diadakan pagelaran wayang semalam suntuk.Keunikan dari tradisi Ruwatan di Bumi Purwahamba Indaha dalah digelarnya festival "Grebeg Klapa Ijo" yang dapat diikuti oleh masyarakat Kabupaten Tegal. Tujuan tradisi ruwatan sebagai perwujudan syukur kepada Allah SWT sekaligus memohon agar warga terhindar dari berbagai macam bencana. Kegiatan ini merupakan wujud partisipasi warga masyarakat dalam rangka melestarikan budaya daerah sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rejeki yang diperoleh dari hasil usaha khususnya bagi para pedagang di sekitar Obyek Wisata Purwahamba Indah
Ruwatan sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk tradisi masyarakat yang sudah ada sejak lama sebelum kedatangan agama ke tanah Jawa. Kata Ruwat dalam bahasa sansekerta dapat diartikan sebagai pembebasan, penyucian. Kemudian kata yang hampir mirip, yaitu Rawat atau Reksa diartikan sebagai memelihara.
6. Rebo Wekasan
Rebo Wekasan atau bisa juga disebut Rebo Pungkasan merupakan salah satu tradisi masyarakat yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar kalender lunar versi Jawa dengan tujuan untuk 'talak bala' (menolak bencana). Kegiatan yang dilakukan berkisar pada berdoa, Shalat Sunnah, bersedekah. Selain itu ada juga kegiatan mencukur beberapa helai rambut dan membuat bubur merah dan putih yang kemudian dibagikan kepada tetangga.Di Kabupaten Tegal tradisi Rebo Wekasan dilaksanakan di dua tempat, yaitu Kecamatan Suradadi dan Kecamatan Lebaksiu. Meskipun pada dasarnya mempunyai tujuan sama, tetapi ritual kegiatan yang dilaksanakan berbeda.
Haul Desa Suradadi Saat Rebo Wekasan
Di Desa Suradadi, yang terletak di jalur antara Tegal dan Pemalang sekitar 17 kilometer timur Kota Tegal, tradisi Rebo Wekasan dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan Haul sebagai momentum mengenang kembali para ulama yang telah berjasa menyebarkan Islam di daerah tersebut.Haul di desa Suradadi dalam rangka Rebo Wekasan, telah dilaksanakan sejak tahun 1961, tepatnya pada tanggal 13 Agustus (27 Safar 1381 H). Biasanya dilaksanakan di pemakaman umum sebelah selatan Masjid Jami Al-Kautsar dari Pasar Suradadi ke arah Selatan. Pada saat Haul, masyarakat Suradadi dan sekitarnya akan berkumpul di pemakaman tersebut dan membacakan doa-doa untuk para ulama yang telah meninggal. Setiap tahun, acara Haul tersebut selalu dipenuhi para pengunjung yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 20.000orang.
Rebo Wekasan di Lebaksiu.
Lebaksiu adalah salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Tegal dan terletak di jalur Tegal- Guci. Hingga saat ini belum ada sumber yang menyebutkan dengan jelas tentang sejarah dari peringatan Rebo Wekasan di Lebaksiu. Sehingga cerita Mbah Panggun-lah, tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di Lebaksiu, dianggap paling kuat.Makam Mbah Panggung berada di puncak Bukit Sitanjung yang terletak diantara dataran-dataran tinggi di Lebaksiu. Oleh karena itu, pusat acara Rebo Wekasan di Lebaksiu berada disekitar bukit tersebut, bahkan hingga mencapai pinggiran jalan raya.
Rebo Wekasan di Lebaksiu didominasi dengan kegiatan jual-beli dengan jumlah pedagang dari berbagai kota yang membuka lapaknya setengah bulan sebelum pelaksanaan dengan jumlah pengunjung ribuan. Mulai dari makanan, baju, sepatu, tas, mainan anak-anak, aksesoris, diperjualbelikan pada even ini. Motif pengunjung yang datang tidak hanya sekedar berkeliling melihat dagangan, atau jalan-jalan menaiki dan menikmati pemandangan Bukit Sitanjung, namun juga ada yang sengaja datang berziarah ke makam Mbah Panggung.
Mitos pada masyarakat Lebaksiu, saat Rebo Wekasan di setiap tahunnya, akan ada pengunjung yang meninggal karena dijadikan tumbal. Terlepas benar atau tidak, sebagian sebagian masyarakat masih percaya ketika Rebo Wekasan, bakal ada pengunjung yang meninggal dengan berbagai penyebab, misalnya hanyut di sungai, terjatuh, hilang, dan lain-lain. Meskipun demikia, Rebo Wekasan tetap menjadi sebuah event yang ditunggu oleh masyarakat Lebaksiu.
NB: Sumber Gambar diperoleh dari Disparbud Kabupaen Tegal